"PERUMAHAN BERKUALITAS KOTA DEPOK - DEKAT DENGAN PEMDA DEPOK" DAPATKAN RUMAH BERKUALITAS DAMBAAN KELUARGA ANDA. BBN SHM, BPHTB, LISTRIK 1300W, AJB, IMB, POMPA AIR, FASILITAS PERUMAHAN MUSHOLLA, TAMAN BERMAIN, JALAN ROW 9, KEAMANAN 24JAM, CCTV, WIFI, TV KABEL.

Selasa, 13 Maret 2012

RUMAH TYPE 36 STANDAR MINIMAL PERUMAHAN

Rumah Type 36
JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengharapkan dukungan Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz terhadap uji materi UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Apersi telah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap pasal dalam Undang-Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman terkait penetapan rumah tipe 36 untuk mendapatkan kredit FLPP.

"Kementerian Perumahan Rakyat tidak usah malu-malu untuk mengubah kebijakan yang telah dikeluarkan, termasuk memberikan dukungan kepada kita terkait uji materi UU Perumahan di Mahkamah Konstitusi," kata Ketua Umum Apersi, Eddy Ganefo, di Jakarta, Kamis (8/3/2012).

Eddy mengatakan, saat ini terdapat sejumlah regulasi terkait perumahan yang dapat dikatakan aneh dan tidak selaras satu sama lain. Salah satunya adalah adanya dua ketentuan tentang pembatasan kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam mendapatkan kredit fasilitas likuiditas pembangunan perumahan (FLPP).

Menurutnya, tidak perlu ada batasan kecuali untuk mereka yang memang belum pernah memiliki rumah karena hal itu rawan diselewengkan. Ia juga berharap, Kementerian Perumahan Rakyat mengajak pihaknya membahas secara bersama-sama beragam regulasi yang akan dikeluarkan terkait perumahan.

Sementara itu, Presiden Housing and Urban Development Institute, Zulfi S Koto, mengatakan, untuk mengatasi permasalahan di sektor perumahan adalah dengan meningkatkan kebersamaan antara berbagai pemangku kepentingan.

Dirut Perum Perumnas Himawan Arief mengemukakan, bahwa satu hal yang merugikan kelancaran pembangunan perumahan, terutama perumahan murah untuk rakyat, adalah karena masih adanya ego sektoral dari beragam instansi. Ia mencontohkan program "1.000 Tower" atau Pembangunan 1.000 Menara yang dulu berjalan lancar karena berada di bawah satu koordinasi, yaitu Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kini, program tersebut dalam keadaan "mati suri" karena koordinasi di bawah Wapres itu kini tidak lagi berjalan seperti sebelumnya.

Wakil Direktur Divisi Pengawasan Bisnis BNI Indrastomo Nugroho juga ikut menyoroti program pemerintah terkait penyediaan rumah susun dalam program 1000 Menara tersebut. Indrastomo mengatakan, program pemerintah seperti pembangunan rumah susun sederhana milik (rusunami) atau rumah susun sederhana sewa (rusunawa) harus memiliki target jelas agar kebijakan perumahan tersebut tidak dipolitisir.

"Akan lebih baik bila Kementerian Perumahan Rakyat membuat badan pelaksana yang bertugas khusus untuk membangun rusunawa dan rusunami," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) secara terbuka menolak ketentuan bahwa penyaluran kredit FLPP hanya diperuntukan bagi pengembang perumahan yang membangun rumah dengan tipe 36. Pihak Apersi memperkirakan, jika kebijakan itu diteruskan maka bisa dipastikan akan banyak anggota Apersi yang umumnya membangun rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) akan gulung tikar karena umumnya mereka berkemampuan membangun rumah tipe kecil di bawah tipe 36.

Untuk itulah, Apersi mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap pasal dalam Undang-Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang terkait dengan penetapan rumah tipe 36 untuk mendapatkan kredit FLPP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar