Problem tersebut disebabkan keterbatasan kemampuan pendanaan pengembangan air minum dan sanitasi serta belum optimalnya sarana dan prasarana yang telah dibangun.
"Untuk mengatasi persoalan sanitasi dan air minum ini perlu segera kita lakukan secara sinergi, bila tidak ingin pelayanan tidak memadai semakin meningkat di masa mendatang," ujar Djoko dalam sambutan Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) 2011, di Hotel Sahid Jakarta, Selasa (11/10).
Kebijakan dan strategi yang bisa dilakukan seluruh pemangku kepentingan, lanjut Djoko, ialah mendorong inisiatif, inovasi, dan partisipasi masyarakat untuk mengatasi persoalan sanitasi dan air minum. Peningkatan kepemimpinan pemerintah juga memiliki peran penting dalam pembangunan sanitasi dan air minum, memfasilitasi serta menciptakan lingkungan yang kondusif, dan penerapan tahapan teknologi.
Tidak kalah penting, kata Djoko, membuka akses sumber pendanaan, baik berasal dari lembaga keuangan dalam negeri maupun multilateral serta mendorong kontribusi dari pemerintah daerah. Adapun upaya yang telah dilakukan pemerintah salah satunya adalah telah diterbitkannya Peraturan Presiden No 29 Tahun 2009.
Peraturan itu memuat pemberian jaminan dan subsidi bunga oleh pemerintah pusat dalam rangka memfasilitasi percepatan penyediaan air minum dengan memanfaatkan sumber pendanaan dari perbankan nasional. Hingga saat ini terdapat lima bank yang telah menyatakan kesediaannya dalam mendukung pelayanan air minum: yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Mandiri, Bank Kalimantan Selatan, dan Bank Jabar Banten. "Bank-bank tersebut telah menyediakan dana sampai 4,2 triliun rupiah untuk pembiayaan pengembangan air minum oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) yang sehat," kata Djoko.
Melalui KSAN 2011 yang mengangkat tema "Tangani Sanitasi, Amankan Air Minum" itu pula, Djoko menandatangani akad kredit pinjaman perbankan kepada tiga PDAM, yaitu Kabupaten Bogor, Ciamis, dan Lombok Timur. Akad tersebut diharapkan dapat mendorong terjalinnya kerja sama antara perbankan nasional dan PDAM dalam pengembangan air minum sebagai dukungan untuk pencapaian target MDGs.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Dedy S Priatna menyampaikan investasi sanitasi telah meningkat pesat. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya pendanan dari APBN sebesar 2,8 triliun rupiah pada kurun 2004-2009 menjadi 14 triliun rupiah pada 2010-2014. Pendanaan melalui APBD juga telah meningkat rata-rata 4-10 persen dari anggaran tahun sebelumnya di 16 kota.
Namun, dana tersebut menurut Direktur Pemukiman dan Perumahan Bappenas Nugroho Tri Utomo masih butuh empat kali lipat jika ingin mencapai target MDGs. Dengan kata lain, perlu juga upaya empat kali lipat untuk mencapai target yang tinggal empat tahun lagi. "Tapi kami optimis bisa mencapai target tersebut karena belum semua sumber dana tergali. Contohnya sumber dana utama dari masyarakat saja mencapai 110 triliun rupiah, sedangkan dana yang tergali masih 20 persen," tukas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar