Detik.com - Jakarta - Peruntukan rumah susun milik (rusunami) kelas bawah yang sejatinya untuk masyarakat berpenghasilan rendah, tidak berjalan sesuai harapan. Tren para pembeli rusunami yang didominasi oleh orang mampu dengan tujuan hanya untuk investasi belum bisa dihindari.
Hal ini diutarakan Associate Director Investment Services Colliers Indonesia, Aldi Garibaldi di kantornya, Jakarta, Senin (10/10/2011). "Rusunami banyak dibeli untuk investasi. Ada disconnect antara pemerintah dengan masyarakat," katanya.
Aldi menambahkan, perlu adanya solusi dari pemerintah. Pasalnya dengan mempertahankan skema pembelian konvensional, tidak mungkin masyarakat berpenghasilan rendah mampu memiliki rumah layak termasuk rusunami kelas bawah. "Kalau pembelian itu yang berlaku di hampir setiap negara, 30% (uang muka). Kalau harga yang ada, tidak mungkin. Kita perlu berdiskusi antara pelaku profesi dan pemerintah," tambahnya.
Menurutnya, bisa saja suku bunga kredit pemilikan rumah bagi masyarakat kurang mampu dipangkas. Seperti halnya yang dilakukan Amerika Serikat, melalui program subprime. Kemudian ada pengawasan ketat dari regulator kepada penerima fasilitas kredit murah ini. "Seperti di luar negeri, yang berhak menerima adalah pekerja, guru, militer. Di Singapura ada HDB atau Housing and Development Board. Dimana kepemilikan selama 99 tahun dan tidak bisa diwariskan. Kalau meninggal sebelum 99 tahun, maka dikembalikan ke pemerintah," tegas Aldi.
Aldi menegaskan selagi kepemilikan rumah tidak sesuai dengan peruntukannya, maka kesenjangan masyarakat semakin lebar. Akibatnya bisa mengganggu stabilitas keamanan sehingga rawan konflik.
Hal ini diutarakan Associate Director Investment Services Colliers Indonesia, Aldi Garibaldi di kantornya, Jakarta, Senin (10/10/2011). "Rusunami banyak dibeli untuk investasi. Ada disconnect antara pemerintah dengan masyarakat," katanya.
Aldi menambahkan, perlu adanya solusi dari pemerintah. Pasalnya dengan mempertahankan skema pembelian konvensional, tidak mungkin masyarakat berpenghasilan rendah mampu memiliki rumah layak termasuk rusunami kelas bawah. "Kalau pembelian itu yang berlaku di hampir setiap negara, 30% (uang muka). Kalau harga yang ada, tidak mungkin. Kita perlu berdiskusi antara pelaku profesi dan pemerintah," tambahnya.
Menurutnya, bisa saja suku bunga kredit pemilikan rumah bagi masyarakat kurang mampu dipangkas. Seperti halnya yang dilakukan Amerika Serikat, melalui program subprime. Kemudian ada pengawasan ketat dari regulator kepada penerima fasilitas kredit murah ini. "Seperti di luar negeri, yang berhak menerima adalah pekerja, guru, militer. Di Singapura ada HDB atau Housing and Development Board. Dimana kepemilikan selama 99 tahun dan tidak bisa diwariskan. Kalau meninggal sebelum 99 tahun, maka dikembalikan ke pemerintah," tegas Aldi.
Aldi menegaskan selagi kepemilikan rumah tidak sesuai dengan peruntukannya, maka kesenjangan masyarakat semakin lebar. Akibatnya bisa mengganggu stabilitas keamanan sehingga rawan konflik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar